Tetangga Meresahkan #1

bisnis

Dewii Kamaya


#BAB 1
“Mas, minta hotspot, dong!” 
Fahmi mengernyit, seorang perempuan dengan pakaian ketat berdiri di depan pintu kamar kos yang separuh pintunya terbuka. 
“Apa, Mbak?” tanya Fahmi.
“Minta hotspot sebentar, aku mau WA temanku!” ujarnya sambil duduk di lantai dengan satu kaki dinaikkan menampakkan paha dalamnya yang tidak mulus itu. 
“Oh, iya!” jawab Fahmi terpaksa. 
“Aku tuh sebelumnya gak kos di sini, Mas! Aku tidur di warung kopiku, di daerah Trawas sana!” 
“Oh, iya.” Jawab Fahmi malas. 
“Kamar ujung depan itu teman SMP-ku, aku sudah janda dua kali, dia belum nikah-nikah, kasihan, ya! Padahal dia cantik!” 
Fahmi tidak menjawab, dia buru-buru menghabiskan nasi di piringnya tanpa selera. Setelah lima belas menit berlalu, Fahmi beralasan hendak pergi, tanpa terimakasih wanita itu langsung masuk ke dalam kamar. 
“Katanya minta hotspot buat WA doang, WA apaan sampe lima belas menit gak dimatiin!” gerutunya. 
Fahmi menuju warung kopi langganannya, di sana ada Boby dan Yuda teman satu kosnya. 
“Weh, disini gak bilang-bilang, Lu!” 
“Kenapa, kusut amat itu muka?” tanya Yuda. 
“Gue kesel banget sama tetangga baru sebelah kamar!” 
“Yang cewek dekil, pakaiannya mini-mini itu, kan?” sahut Boby. 
“Kok Lu tahu? Sejak kapan dia masuk ke kos kita?” 
“Tiga hari ini, Lu, kan, balik pas hari Jumat itu. Kemaren jam dua belas malam pintu gue di dorong, cuma buat minjem cas, gila gak, tuh!” ujar Boby berapi-api. 
“Seriusan, Lu?!” 
“Buat apa gue ngibul? Tahu binik gue, bisa-bisa disate tuh, orang!” 
“Kok ada, ya, cewek kayak gitu?” tanya Yuda. 
“Buktinya ada!” 
Mereka ngobrol hingga jam sebelas malam, mereka bertiga kemudian pulang ke kamar kos masing-masing. Boby, dan Fahmi sudah berkeluarga, sedangkan Yuda masih bujangan. Istri-istri mereka di kampung, kadang kala datang ke kos sesekali tapi lebih sering di rumah. 
Sejak kedatangan tetangga baru itu, kos-kosan itu terasa tidak nyaman karena kelakuan absurd wanita yang terlalu berlebihan dan jorok itu. Ditambah dia membawa anaknya yang berusia lima tahun. 
Saat Boby dan Yuda sedang ngobrol sambil merokok di depan kamar, wanita itu tiba-tiba ikut nimbrung. 
“Eh, Mas, kalian kerja dimana?” 
“Di pabrik kayu, Mbak,” jawab Yuda. 
“Mas juga sama?” tanyanya kepada Boby.
“Enggak, aku di pabrik tegel,” jawab Boby.
“Oh, ya, kita belum kenalan, namaku Mita. Walaupun aku janda, tapi aku masih muda, usiaku baru dua puluh tiga tahun, Mas!” ujarnya memperkenalkan diri. 
“Oh, iya, Mbak, aku pamit istirahat, ya! Sudah malam.” 
“Aku juga!” sahut Yuda sambil berlari masuk ke dalam kamar mendahului Boby. 
“Eh, Mas, jangan lupa nyalain hotspotnya, ya!” ujarnya sambil berkedip. 
“Maaf, Mbak, gak punya paketan!” jawab Boby sambil menutup rapat pintunya. 
Mita berdecak sebal, dia menunggu Fahmi selesai dari kamar mandi untuk menjadi target selanjutnya. 
“Mas, tanya dong!” 
“Apa, Mbak?”
“Nama Mas yang di kamar sana siapa?” 
“Oh, itu Yuda, itu Boby.”
“Nama Masnya siapa?”
“Fahmi.” 
“Mas Fahmi, bagi hotspot, dong!”
“Lagi gak ada paketan, Mbak!” jawab Fahmi buru-buru masuk ke dalam kamar. Fahmi menceritakan hal itu kepada Sari istrinya, tentu saja Sari mencak-mencak karena mencium gelagat tak beres dari tetangga baru suaminya itu.  
“Kamu besok ke sini, ya, Dek! Aku malas betul ketemu dia terus,” keluh Fahmi. 
“Iya, besok aku ke sana, Mas! Bilang juga sama Boby suruh bawa istrinya ke sana.” 
“Memang rencananya begitu, besok pagi Ismi datang.”
“Yasudah, kalau begitu kamu hati-hati, awas saja kalau kamu tergoda, tak hih kamu!” 
“Ih, kamu, mana pernah aku begitu! Cintaku hanya untukmu!” kata Fahmi mengakhiri obrolan. 
***
Seperti biasa, setiap jam enam pagi, Fahmi bangun dan segera mencuci muka, saat hendak melap mukanya, dia menemukan handuk yang biasa dijemur di depan kamar tergeletak di lantai, dia memungutnya, dahinya mengernyit melihat handuknya yang sudah kotor seperti bekas digunakan sebagai keset. Fahmi langsung melemparkannya ke tempat sampah dan mengambil handuk baru. Baru saja akan mengeluarkan motornya, dia bertemu dengan Cindy anak Mita, dia sedang asik makan es cream pagi-pagi dengan muka cemong dan rambut awut-awutan. 
“Minggir, Dek, om mau keluar.”
“Enggak!”
“Lho, om mau keluar, geser dikit duduknya nanti ketabrak motor!” 
Gadis kecil itu berteriak kemudian melemparkan es creamnya tepat mengenai paha Fahmi. 
“Untung bocah, Lu!” gerutunya. Gadis kecil itu menangis sambil berlari masuk ke dalam kamarnya. 
“Mas, diapain anak saya kok ngejer gini nangisnya?” tanya Mita yang sudah berdiri di depan kamar Fahmi. Fahmi yang baru selesai ganti celana mendelik dibuatnya. 
“Saya gak apa-apain, Mbak! Anak Mbak duduk di depan pintu situ, saya mau lewat malah dilempar es cream, kotor celana saya, nih!”
“Namanya juga anak-anak, situ yang sudah dewasa harusnya ngalah, dong! Pagi-pagi bikin ribut saja!” 
“Elah, Mbak, kalau jalannya lebar saya mah gak akan ributin jalan, noh sebelah kan lagi direnovasi, banyak pasirnya, jalan seiprit gini nanti kalau anaknya kesenggol motor mencak-mencak!” 
“Halah, Masnya gak usah alesan, deh! Sekarang gantiin es cream anak saya!” 
Fahmi mendesah, dia mengeluarkan uang sepuluh ribu kemudian memberikannya kepada Mita. Fahmi menggerutu sepanjang jalan, Yuda yang mendengar perdebatan mereka hanya terkikik dari dalam kamarnya. Dia puas sekali melihat Cindy menangis, Yuda memang tidak suka sekali dengan bocah kecil yang celamitan itu karena selama dia hidup, anak kecil yang paling ajaib yang ditemuinya hanya Cindy, sudahlah bandel, ngeyel, celamitan pula. 
Yuda menyahut handuknya kemudian bergegas mandi, dia mencari-cari kemana shamponya, ternyata di kamar mandi sebelah, Cindy sedang berendam di bak cucian dengan bak yang penuh busa dan Yuda paham betul itu shamponya. 
“Eh, Bocah, shampo gue kenapa Lu pake mainan?!” 
“Aaa, Mamaaaa!” 
“Eh, malah teriak lagi!” 
“Mamaaa, Om jahat!” teriak Cindy dengan suara melengking. 
Mita berlari menghampiri anaknya, “ada apa ini, Mas?”
“Gimana, sih, Mbak! Masak shampo saya dibuat mainan gini? Dikira gak beli pakai duit apa?!” 
“Salah Masnya sendiri, ngapain naruh dibawah, anak saya bisa ambil, kan! Harusnya, taruh di atas, anak kecil, mah, gak paham, jangan dimarah-marahin!” 
Yuda menepuk kepalanya, percuma debat dengan emak-emak, jangankan menang, seri pun mustahil. Dia memilih masuk ke dalam kamar mandi. 
“Ck! Shampo tinggal segini doang, emang bocah ajaib dia, tuh!” gerutunya sambil menambahkan air ke dalam botol shampo dan mengocoknya. 
***
Total
0
Shares
Leave a Reply
Previous Post

11 Strategi Jitu untuk Memperluas Bisnis Anda Secara Efektif

Next Post

Ternyata Kaya 7 Turunan #3

Related Posts