Ketika Kartu ATM Dibekukan Istri #3

bisnis
 
Author Ha
#BAB 3

Berujung Cekcok

Gigiku sudah gemeletuk, dengan amarah menggebu-gebu aku turun dari taksi.
Aku segera membayar taksi tersebut, dan membantu Ibu serta Maya mengeluarkan barang belanjaannya dari dalam bagasi. 
Ini kali keduanya, aku mengajak Ibu dan Maya belanja ke Mall, hanya saja situasi yang dulu dengan sekarang berbeda, dulu Ibu mengerti kondisi keuanganku yang serba pas-pasan, tapi sekarang tidak, apalagi saat Sekar sudah kembali berkerja.
Ibu jadi sering minta uang dan menghamburkannya dengan beli barang-barang mahal, belum lagi biaya kuliah Maya yang bukan sedikit.
“Istrimu harus di kasih pelajaran Dani, kamu marahi dan minta duit mu kembali, enak saja kamu yang kerja, dia yang ambil gajimu.” sungut Ibu. 
Andai saja Ibu tahu, sebagai besar uang yang ada di Atmku itu milik Sekar. 
“Tenang aja Bang, nanti Maya bantu. Tapi ada syaratnya, Abang belikan Maya handphone baru.”
Seketika aku menoleh, langkah kakiku sudah berhenti oleh seruan Maya. 
Apa katanya? Minta handphone baru? Bukannya tiga bulan yang lalu Maya sudah ganti handphone.
“Kamu kan sudah ganti handphone baru May, pakai aja itu dulu, nanti kalau sudah rusak baru minta Abang.” jawabku, adik sama Ibu, sama-sama bikin pusing kepala, ada saja yang ia minta. 
Tak mereka pikirkan, mobilku jadi jaminan untuk membeli barang-barang branded, kerja tiga tahun pun belum tentu aku bisa mengumpulkan uang 354 juta. 
Uuhh, kapok aku mengajak Ibu dan Maya belanja. Mereka berdua ini suka kalap lihat barang-barang mahal.
“Halah Bang, Maya udah bosan pakai handphone ini. Maya mau yang baru, sekalian Maya pengen pamer ke-teman-teman Maya.” tutur Maya, nada bicaranya memelas. 
Aku mengusap wajah kasar, tampangku sudah mirip baju kusut.
“Kalau begitu kamu juga belikan Ibu perhiasan Dani, Ibu muak pakai itu-itu aja, yah Dani, kamu kan anak Ibu yang paling tampan.” sambung Ibu, di tanggapi anggukan oleh Maya.
“Uang dari mana Bu? Barang belanjaan Ibu saja belum di bayar, mobil Dani jadi jaminan sekarang.” jawabku kesal.
“Kamu minta lah Dan sama Istrimu, dia kan bisa dibod*hi. Buat apa kamu punya Istri sering kerja, pakai saja uangnya. Toh mukanya juga gitu-gitu aja ga ada perubahan.” desis Ibu, aku tak menanggapi ucapannya. Memilih kembali mengayun langkah masuk rumah, tak sabar aku ingin memarahi Sekar.
Sejak kapan ia menjadi pembangkang, Istri itu harus nurut sama suami. 
***
“Sekar …” 
“Sekar kamu di mana, hah?” aku berteriak memanggil nama Sekar. 
Ngapain saja dia seharian, bukannya beres-beres rumah, ini malah dibiarkan kotor, bungkus cemilan ada di mana-mana, gelas bekas minum dibiarkan di ruang tamu. Debu berterbangan sana sini. Huft, bikin jengkel saja.
“Sekar!”
C’k, apa dia tak punya telinga, di panggil dari tadi tak menyahut.
“Udah Bang langsung samperin ke kamarnya.” tutur Maya, tak belum di perintah, aku sudah pasti mencari Sekar di kamar.
“SEKAR!” panggilku menendang pintu kamar, gemuruh dadaku sudah meletup-letup. 
Sekar tak boleh lagi melakukan hal ini, aku sudah malu dan tak punya muka di Mall tadi. 
“Aku lagi nonton Drakor Bang, ga usah teriak-teriak,” 
Aku mematung mendapati Sekar rebahan sambil menatap laptop, suaminya kelimpungan gara-gara ulahnya. Dia malah asyik-asyik nonton film. 
Harusnya dia bersih-bersih rumah, bukan membiarkan rumahku ini mirip kapal pecah. 
“Keterlaluan kamu Sekar, kamu kuras uang yang ada di Atm Abang!”
“Uang itu juga uangku Bang, kamu lupa selama ini kamu diam-diam ambil Atmku dan memindahkan isinya ke rekeningmu.” jawab Sekar tenang, aku langsung terdiam.
Aku tahu diri ini salah, tetap saja dia tidak boleh seperti ini padaku, biar bagaimanapun aku tetap suaminya yang patut di hormati.
“Halah, Abang juga ambilnya sedikit, ga banyak, pelit banget sih jadi istri, mentang-mentang kerjanya enak.” cibirku, Sekar mengurangi volume Drakor yang dia tonton. 
Deru napasku kian memburu, Sekar turun dari ranjang, dan berdiri di depanku. 
“Kamu pikir kerja itu ga capek, kamu kasih aku uang bulanan cuman 500 ribu, buat bayar tagihan listrik aja kurang, belum lagi keluargamu yang maunya makan enak.” 
“Oh, jadi sekarang kamu udah berani ungkit-ungkit masalah itu, ga suka kamu keluargaku tinggal di sini. Dasar istri ga berguna!” makiku bertubi-tubi, aku sudah tersulut emosi dengannya. 
Sekar tetap tenang, dia menyilang tangannya di dada. 
“Udah lah Bang, terserah, aku udah capek.” katanya, aku mencengkeram lengannya kala dia mau keluar kamar.
Masalah ini belum selesai, Sekar.
“Kembalikan uang Abang, Sekar, Abang butuh uang untuk bayar belanja Ibu dan Maya.” seruku, Sekar tersenyum sinis. 
“Uang? Uang apa yang kamu maksud Bang, uang di ATM mu itu jelas hasil kamu curi uangku dan juga jual perhiasanku. Masih untung aku ga laporin kamu ke polisi.” sergahnya, alisku terangkat lebar.
Gila Sekar, suami sendiri di laporkan ke polisi. Di taruh di mana otaknya itu.
“Jangan bikin Abang makin kesal ya Sekar, uang istri uang suami juga. Jangan jadi Istri pembangkang, sini berikan ATM mu yang ada isinya.” cecarku, Sekar menghempaskan tanganku kasar. 
“Sejak kapan uang istri itu uang suami, sejak kapan, Bang? Udah kamu pikir aja sendiri, ga punya duit sok-sokan belanja mahal-mahal.” cibir Sekar, dia melewatiku menuju kamar mandi. 
Duh, bagaimana ini? Uang sebanyak itu aku cari di mana, kalau pun jual mobil, lakunya ga seberapa.
Aku mengendor pintu kamar mandi, memutar handlenya, meminta Sekar keluar.
“Sekar, kali ini aja, balikan uang Abang, ini lagi butuh, mobil Abang jadi jaminan di sana.” teriakku, hening, tak ada suara apapun.
“Sekar, ayo dong, ga banyak, cuman 354 juta, kamu pasti punya, tabunganmu banyak,” lanjutku. 
Aku memukul dinding gemas, jadi Istri nurut sedikit apa susahnya sih. 
“Jual aja ginjalmu, Bang, buat ambil mobil. Aku ga mau ikut campur.” jawabnya. 
Jual ginjal, edan Sekar? 
Aaaa, sial, Ck, Ck
****
Bingung sendiri, syukurin ga ada duit belanjanya mahal-mahal, mana hidup numpang istri. 
Bersambung . . .
Total
0
Shares
Leave a Reply
Previous Post

Ketika Kartu ATM Dibekukan Istri #2

Next Post

Dermaga Terakhir #1

Related Posts