REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepala Laboratorium Konversi Ketenagalistrikan Institut Teknologi Bandung Agus Purwadi menilai program biofuel berhasil karena mampu mengurangi kebutuhan impor minyak.
“Saat ini program berbasis biofuel yang telah membuahkan hasil yang baik dapat mengurangi kebutuhan impor secara signifikan, termasuk program B35 yang akan diperluas menjadi B40,” ujarnya, seperti dilansir ANTARA di Jakarta, Rabu (10/1/2024). ) ). .
Sementara itu, Ketua Green Fuel Research Group dan Analis Senior BRIN Unggul Priyanto mengatakan biofuel yang dihasilkan dari minyak nabati merupakan alternatif yang menjanjikan dibandingkan bahan bakar fosil. Dengan berkembangnya teknologi biofuel yang canggih, terdapat peluang untuk mengurangi emisi karbon di sektor transportasi.
Ungul juga meyakini penggunaan minyak nabati dalam bahan bakar nabati juga memiliki peran bagi masyarakat, khususnya petani lokal, untuk berpartisipasi dalam rantai pasok industri. “Ini bukan hanya tentang pengurangan emisi, tapi juga tentang pemberdayaan petani lokal dan mendorong pertanian berkelanjutan,” kata Ungul.
Salah satu teknologi terapan yang terbukti digunakan di Indonesia adalah biodiesel yang telah menggantikan solar hingga 35 persen, sehingga tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga mengurangi impor bahan bakar.
Senada dengan itu, Pengamat Otomotif ITB Yannes Pasaribu memperkirakan program biofuel bisa membantu distribusi minyak sawit dalam negeri setelah Uni Eropa mengeluarkan kebijakan pembatasan impor minyak sawit Indonesia atau CPO. “Program ini dapat membantu menstabilkan perekonomian lokal dan membuka peluang bagi pertumbuhan industri kelapa sawit dalam negeri,” kata Yanez.